Salah satu kekayaan budaya yang
dimiliki Indonesia adalah tradisi adat yang selalu dilakukan turun temurun,
termasuk ketika tiba acara perayaan hari besar agama. Tepat tanggal 12 Maret
2013 Tahun Baru Saka 1935, semua penganut agama hindu nusantara merayakan hari Raya
Nyepi.
Hari raya nyepi pada umumnya
didominasi oleh umat hindu yang berada di Pulau Dewata, Bali. Hal ini karena
mayoritas penduduk Bali disana beragama hindu Walaupun ada juga yang beragama
lain, termasuk cowok gw yang notabene penduduk Bali tapi adalah seorang muslim.
Tidak ada kewajiban sebenarnya
bagi seorang muslim untuk mengikuti tradisi di hari raya Nyepi yang sebelumnya
telah digelar sebelum hari H. akan
tetapi, sebagai bentuk rasa penghormatan, penduduk selain umat hindu juga ikut
melaksanakan nyepi dengan berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktivitas
apa pun di luar rumah mengingat selama Nyepi, para petugas keamanan atau di
Bali disebut pecatu akan berjaga-jaga menertibkan keamanan selama hari raya
Nyepi. Bila ada penduduk Bali yang melanggar peraturan tersebut, maka akan
dikenakan sanksi, salah satunya adalah dengan membersihkan rumah ibadah umat
hindu selama waktu yang telah ditentukan.
Nyepi sendiri sebenarnya memiliki
makna sepi (sunyi, senyap dan merupakan
perayaan yang kira kira dimulai sejak tahun 78
Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini, seluruh umat Hindu di Bali melakukan perenungan
diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin.
Selang waktu
dua tiga hari sebelum Hari Raya
Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis,
dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke
tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau dan
sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan
bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri
manusia dan alam.
Sebelum hari
Raya Nyepi juga diadakan upacara Bhuta Yajna yaitu upacara yang mempunyai makna
pengusiran terhadap roh roh jahat dengan membuat hiasan atau patung yang
berbentuk atau menggambarkan buta kala ( Raksasa Jahat ) dalam bahasa balinya disebut ogoh ogoh, Upacara ini dilakukan di setiap rumah, Banjar, Desa,
Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Upacara ini dilakukan di depan pekarangan ,
perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan,lalu ogoh ogoh yang menggambarakan
buta kala ini yang diusung dan di arak secara beramai ramai oleh masyarakat
dengan membawa obor di iringi tetabuhan dari kampung kekampung, upacara ini
kira kira mulai di laksanakan dari petang hari jam enam sore sampai
paling lambat jam dua belas malam, setelah upacara ini selesai ogoh
ogoh tersebut di bakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh roh jahat yang ada
sudah diusir dan dimusnahkan.
Tak hanya di Bali, pagelaran
ogoh-ogoh juga dilakukan di Ibukota Negara, yaitu di Jakarta. Ogoh-ogoh
tersebut dibuat untuk penyambutan perayaan tawur yang diadakan di Monas pada 11
Maret kemarin. Ogoh-ogoh ini adalah ogoh-ogoh dasa kala bumi.
Dasa kala bumi ini secara garis
besar adalah perwujudan alam semesta yang menyangkut ibu pertiwi. Karena berbagai
bentuk permasalahan yang terjadi di negeri ini, sehingga kita harus bersyukur
kepada alam semesta untuk bisa menjauhi sifat-sifat jahat.
Ogoh-ogoh setinggi empat meter
ini menggambarkan orang yang sedang menginjak orang yang mempunyai sifat jahat
di dalam dirinya dan juga terdapat dua ekor ayam yang digambarkan sedang diadu
oleh sifat jahat tersebut. sifat jahat yang diceritakan berada di bawah dan
diinjak pasti akan selalu kalah dengan darma yang berada diatas sifat jahat
itu. Sedangkan dua ayam taborah akan memberikan darah pada sifat jahat tersebut.
jadi secara keseluruhan dasa kala bumi itu berarti sepuluh kejahatan di dunia.
Rangkaian upacara terahir adalah Upacara
Hari Ngembak Geni yang berlangsung setelah Hari Raya Nyepi berakhirnya ( brata
Nyepi ). Pada esok harinya dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung
dan maaf memaafkan sehingga umat hindu khususnya bisa memulai tahun baru Caka
dengan hal hal baru yang fositif,baik di lingkungan keluarga maupun di
masyarakat. sehingga terbinanya kerukunan dan perdamaian yang abadi.
Begitu banyak kebudayaan dan
tradisi yang ada di Indonesia tak hanya membuat para wisatawan lokal tertarik
untuk melancong, namun wisatawan mancanegara pun tak kalah antusias untuk ikut
serta mengabadikan momen-momen pada rangkaian acara nyepi. Sungguh Indonesia
kaya dengan kultur budaya yang beranekaragam. saatnya kita jaga apa yang kita
miliki sekarang sebagai warisan leluhur dan identitas bangsa. Karena biarpun beda
tetap satu jua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar